DI BAWAH KUASA “KOLONIAL”
Indonesia adalah sebuah negeri
yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah ruah dari sabang sampai
merauke. Kekayaan dan kesuburan negeri ini menjadikan basis pertanian sebagai penopang
utama perekonomian negeri ini. Namun, potensi dan kekayaan tersebut tidak
pernah di maksimalkan oleh pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya. Beberapa
peristiwa tragispun terjadi di belahan bumi pertiwi ini. Dari kasus perampasan
tanah di Bima, Mesuji, Ogan Ilir yang telah banyak memakan korban anak manusia
yang tidak berdosa. menjadi sebuah potret buram negeri ini yang nota-bene
terkenal dengan negara agraris, namun tanah penduduk yang semestinya di jaga
kesuburanya justru akan dijadikan lahan penambangan.
Perselingkuhan pemerintah dengan
para pemodal asing menjadi akar permasalahan adanya tindakan sewenang-wenang
pemerintah kepada rakyatnya. Dengan mengatasnamakan kemajuan dan
industrialisasi pemerintah dengan state apparatusnya tunduk dibawah ketiak
pemodal sehingga buta terhadap keadaan dan nasib rakyatnya yang masih
membutuhkan pertolongan dan perlindungan sebagai warga negara Indonesia.
Sebagaimana amanat yang tertulis dalam konstitusi kita mengenai tanggungjawab
pemerintah terhadap warga negaranya. Amanat yang mulia itu mereka abaikan dan
tinggalkan sehingga jati diri dan tindakan mereka di luar nalar manusia pada
umumnya.
Enam tahun sudah perjuangan
masyarakat pesisir kulon progo dari ancaman perampasan tanah oleh PT JMI yang
akan menjadikan tanah mereka sebagai area penambangan pasir besi. Berbagai macam jalanpun sudah ditempuh dalam
rangka menolak adanya penambangan pasir besi. Dari audiensi dengan beberapa
Komisi DPR RI sampai aksi mogok makan di depan kantor DPRD DIY dll, Namun
beberapa langkah tersebut tidak pernah di dengarkan dan diperdulikan, malah
yang ada semua berkas-berkas dan bukti-bukti kepemilikan tanah mereka dijadikan
dokumen yang tidak pernah ditindaklanjuti oleh pemerintah maupun komisi-komisi
yang berwenang.
Yang banyak kita saksikan Pemerintah
cenderung bersifat apatis tanpa memperdulikan teriakan dan jeritan masyarakat
pesisir. Seperti adanya pengesahan Kontrak Karya, AMDAL, RTRW, Fisibility Study
yang nota-bene semua itu adalah skenario besar kapitalisme internasional dengan
pemerintah untuk merampas tanah yang selama ini mereka tempati. Melalui
legalitas menteri energy dan sumber daya mineral (ESDM) para investor asing
mudah memasuki ranah-ranah yang vital seperti halnya terkait dengan
penambangan. Seperti yang telah dilansir di beberapa media online bahwasanya
Investor Australia mendesak Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk
segera menerbitkan lisensi studi kelayakan proyek besi baja terintegrasi
senilai Rp 9 triliun - Rp 10 triliun.Proyek yang berlokasi di Kabupaten Kulon
Progo Provinsi Jogjakarta itu merupakan hasil patungan Indo Mines Ltd. asal
Australia dengan PT Jogja Magasa Mining asal Indonesia. Porsi saham
masing-masing perusahaan, yaitu 70% dan 30%.". Begitu lisensi itu
diterbitkan, mereka langsung pembangunan fisik pada akhir November 2011,"
ungkap perwakilan Provinsi Yogyakarta Mudrajad Kuncoro, usai rapat koordinasi
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Jum’at
(21/10).
Dengan menapaktilasi kemerdekaan
RI 17 Agustus 1945 yang akan jatuh pada hari Jum’at tanggal 17 Agustus 2012 hal
yang perlu kita petik dari semangat kemerdekaan 17 Agustus adalah semangat
perjuangan, pengorbanan dan pantang menyerah untuk mendapatkan hak-hak kita
yang telah direbut oleh para kolonialisme belanda. Kalau para pejuang kita
doeloe melawan para kolonial yang berparas wajah putih dan bebadan tinggi, saat
ini kita melawan para kolonial campuran hasil perkawinan silang antara
pemerintah dengan pemodal asing. dan yang pasti dimana ada penindasan disitulah
harus ada perlawanan. Salam Perjuangan!!!!